Selingan

Gunung Merapi
Merapi adalah nama sebuah gunung berapi di provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta, Indonesia yang masih sangat aktif hingga saat ini. Sejak tahun 1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68 kali. Letaknya cukup dekat dengan Kota Yogyakarta dan masih terdapat desa-desa di lerengnya sampai ketinggian 1700 m. Bagi masyarakat di tempat tersebut, Merapi membawa berkah material pasir, sedangkan bagi pemerintah daerah, Gunung Merapi menjadi obyek wisata bagi para wisatawan. Kini Merapi termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Merapi.

Sejarah geologis
Gunung Merapi adalah yang termuda dalam kumpulan gunung berapi di bagian selatan Pulau Jawa. Gunung ini terletak di zona subduksi, dimana Lempeng Indo-Australia terus bergerak ke bawah Lempeng Eurasia. Letusan di daerah tersebut berlangsung sejak 400.000 tahun lalu, dan sampai 10.000 tahun lalu jenis letusannya adalah efusif. Setelah itu, letusannya menjadi eksplosif, dengan lava kental yang menimbulkan kubah-kubah lava.
Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar sekitar 10-15 tahun sekali. Letusan-letusan Merapi yang dampaknya besar antara lain di tahun 1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930. Letusan besar pada tahun 1006 membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa diselubungi abu. Diperkirakan, letusan tersebut menyebabkan kerajaan Mataram Kuno harus berpindah ke Jawa Timur. Letusannya di tahun 1930 menghancurkan 13 desa dan menewaskan 1400 orang.
Letusan pada November 1994 menyebabkan hembusan awan panas ke bawah hingga menjangkau beberapa desa dan memakan korban puluhan jiwa manusia. Letusan 19 Juli 1998 cukup besar namun mengarah ke atas sehingga tidak memakan korban jiwa. Catatan letusan terakhir gunung ini adalah pada tahun 2001-2003 berupa aktivitas tinggi yang berlangsung terus-menerus.

Rute pendakian
Gunung Merapi merupakan obyek pendakian yang populer. karena gunung ini merupakan gunung yang sangat mempesona. Jalur pendakian yang paling umum dan dekat adalah melalui sisi utara dari Sèlo, satu kecamatan di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, yang terletak di antara Gunung Merapi dan Gunung Merbabu. Pendakian melalui Selo memakan waktu rata-rata 5 jam hingga ke puncak.
Jalur populer lain adalah melalui Kaliurang, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Yogyakarta di sisi selatan. Jalur ini lebih terjal dan memakan waktu sekitar 6-7 jam hingga ke puncak. Jalur alternatif yang lain adalah melalui sisi barat laut, dimulai dari Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah dan melalui sisi tenggara, dari arah Deles, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Sejarah geologi
Imej satelit Gunung Merapi. Diambil pada 2003

Status terkini
2006
Di bulan April dan Mei 2006, mulai muncul tanda-tanda bahwa Merapi akan meletus kembali, ditandai dengan gempa-gempa dan deformasi. Pemerintah daerah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta sudah mempersiapkan upaya-upaya evakuasi. Instruksi juga sudah dikeluarkan oleh kedua pemda tersebut agar penduduk yang tinggal di dekat Merapi segera mengungsi ke tempat-tempat yang telah disediakan.
Pada tanggal 15 Mei 2006 akhirnya Merapi meletus. Lalu pada 4 Juni, dilaporkan bahwa aktivitas Gunung Merapi telah melampaui status awas. Kepala BPPTK Daerah Istimewa Yogyakarta, Ratdomo Purbo menjelaskan bahwa sekitar 2-4 Juni volume lava di kubah Merapi sudah mencapai 4 juta meter kubik - artinya lava telah memenuhi seluruh kapasitas kubah Merapi sehingga tambahan semburan lava terbaru akan langsung keluar dari kubah Merapi.
1 Juni, Hujan abu vulkanik dari luncuran awan panas Gunung Merapi yang lebat, tiga hari belakangan ini terjadi di Kota Magelang dan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Muntilan sekitar 14 kilometer dari Puncak Merapi, paling merasakan hujan abu ini. [1]
8 Juni, Gunung Merapi pada pukul 09:03 WIB meletus dengan semburan awan panas yang membuat ribuan warga di wilayah lereng Gunung Merapi panik dan berusaha melarikan diri ke tempat aman. Hari ini tercatat dua letusan Merapi, letusan kedua terjadi sekitar pukul 09:40 WIB. Semburan awan panas sejauh 5 km lebih mengarah ke hulu Kali Gendol (lereng selatan) dan menghanguskan sebagian kawasan hutan di utara Kaliadem di wilayah Kabupaten Sleman.

2010

20 September, Status Gunung Merapi dinaikkan dari Normal menjadi Waspada oleh BPPTK Yogyakarta. 21 Oktober, Status berubah menjadi Siaga pada pukul 18.00 WIB. 25 Oktober, BPPTK Yogyakarta meningkatkan status Gunung Merapi menjadi Awas pada pukul 06.00 WIB. 26 Oktober, Gunung Merapi memasuki tahap erupsi. Menurut laporan BPPTKA, letusan terjadi sekitar pukul 17.02 WIB. Sedikitnya terjadi hingga tiga kali letusan. Letusan diiringi keluarnya awan panas setinggi 1,5 meter yang mengarah ke Kaliadem, Kepuharjo. Letusan ini menyemburkan material vulkanik setinggi kurang lebih 1,5 km.[3] 27 Oktober, Gunung Merapi pun meletus. Dari sekian lama penelitian gunung teraktif di dunia ini pun meletus. 28 Oktober, Gunung Merapi memuntahkan Lava pijar yang muncul hampir bersamaan dengan keluarnya awan panas pada pukul 19.54 WIB



Profil Juru Kunci Gunung Merapi

Mbah Maridjan (nama asli: Mas Penewu Suraksohargo; lahir di Dukuh Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Cangkringan, Sleman pada tahun 1927) adalah seorang juru kunci Gunung Merapi. Amanah sebagai juru kunci ini diperoleh dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Setiap Gunung Merapi akan meletus, warga setempat selalu menunggu komando dari beliau untuk mengungsi.


Ia mulai menjabat sebagai wakil juru kunci pada tahun 1970. Juru kunci pada saat itu adalah ayah Mbah Marijan. Jabatan sebagai juru kunci lalu ia sandang sejak tahun 1982, setelah ayahnya wafat.


Sejak kejadian Gunung Merapi mau meletus tahun 2006, Mbah Maridjan semakin terkenal. Karena faktor keberanian dan namanya yang dikenal oleh masyarakat luas tersebut, Mbah Maridjan ditunjuk untuk menjadi bintang iklan salah satu produk minuman energi.


Keluarga
Istri Mbah Maridjan bernama Ponirah.
Mbah Maridjan mempunyai beberapa anak


* Mbah Ajungan
* Raden Ayu Surjuna
* Raden Ayu Murjana
* Raden Mas Kumambang


Mbah Ajungan menjadi penasihat presiden Sukarno tahun 1968-1969, kemudian menjadi wali Mangkunagara VIII tahun 1974-1987.


Meninggal
Pada tanggal 26 Oktober 2010, terjadi letusan gunung merapi yang disertai awan panas setinggi 1,5 kilometer. Gulungan awan panas tersebut meluncur turun melewati kawasan tempat mbah marijan bermukim. Mbah Maridjan Ditemukan Meninggal Dunia dalam Posisi Sujud di Dapur rumahnya.

Aktivitas Gunung Merapi Tinggi
Rabu, 03 November 2010 | 06:06 WIB
Semburan Gunung Merapi diperkirakan belum akan berhenti. Berdasarkan hasil pantauan Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta menggunakan alat dan analisis visual, aktivitas Merapi masih tinggi.

"Kini Merapi berstatus 'awas' karena masih terjadi gempa dan awan panas," kata Kepala Seksi Gunung Merapi Sri Sumarti.

Balai pemantau gunung itu hingga kemarin masih terus mencatat gempa dan deformasi (penggembungan) tubuh dari lokasi-lokasi yang aman dari amukan wedhus gembel atau awan panas. Mereka juga melarang masyarakat mendekat ke area yang berjarak 10 kilometer dari puncak Merapi. Daerah tersebut ditetapkan sebagai area rawan bencana III. Yang masuk dalam daerah ini adalah hulu sungai di sekitar Merapi sektor selatan, tenggara, dan barat daya. Sungai-sungai yang dimaksudkan adalah Kali Boyong, Kuning, Gendol, Woro, Bebeng, Krasak, dan Bedog.

Menurut Sri Sumarti, bila aktivitas Merapi sudah menurun, statusnya akan diturunkan menjadi siaga atau turun lagi menjadi normal.

Letusan Merapi terjadi mulai 26 Oktober hingga 30 Oktober lalu. Sudah 11 juta meter kubik bahan vulkanik--pasir, batu, dan debu--dimuntahkan dari perut Merapi. Sebagian besar material gunung di perbatasan Jawa Tengah dengan Daerah Istimewa Yogyakarta itu mengarah ke Kali Gendol di Cangkringan, Sleman."(Material itu) masih akan bertambah jumlahnya karena terus terjadi luncuran awan panas dan material vulkanik," kata Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, R. Sukhyar, di Yogyakarta kemarin. Tapi ia meminta masyarakat tak khawatir. Kali Gendol, katanya, bisa menampung 18 juta meter kubik material. Kali Opak, yang dekat dengan Kali Gendol, punya daya tampung 8 juta meter kubik.

Guyuran abu vulkanik yang sampai ke Yogyakarta itu sempat membuat warganya cemas. Banyak orang khawatir kondisi udara Kota Gudeg itu bakal membahayakan. Orang pun berebut membeli masker sampai apotek-apotek di sana kekurangan pasokan.

Kecemasan itu ditepis Badan Lingkungan Hidup. Menurut badan ini, kualitas air dan udara Yogyakarta masih aman. Kepala Badan Lingkungan Suyana mengatakan, untuk kualitas air terbuka di alam, kandungan abu sulfatnya (SO2) sekitar 50 miligram per liter, dan air tertutup 30 miligram per liter. Padahal ambang batasnya 400 miligram per liter. "Jadi, masih aman," ucapnya.

Kualitas udara juga dicek di beberapa titik, seperti di Perempatan Pingit, Kelurahan Bener, Perempatan Wirobrajan, Kantor Pos Besar, Parkir Abu Bakar Ali, Pojok Beteng Kulon, dan Perempatan Tungkak. Hasilnya, kandungan sulfat tertinggi 0,12 ppm (satu per sejuta). Angka itu masih di bawah ambang batas 0,34 ppm.

Wali Kota Yogya Herry Zudianto kemarin mengedarkan surat jaminan bahwa Yogya layak wisata kepada seluruh biro perjalanan wisata di sana. Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Surono, juga menegaskan bahwa daerah rawan bencana hanya pada radius 10 kilometer. Sedangkan jarak Yogyakarta dengan Merapi 30 kilometer.


Dampak erupsi Merapi bagi IKM dipantau
JAKARTA: Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau dampak erupsi gunung Merapi terhadap industri kecil dan menengah (IKM) di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah, serta akan mengalokasikan anggaran khusus bencana pada Anggaran Pendapatan Belanja dan Negara (APBN) 2011.

Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kemenperin Euis Saedah mengakui sejauh ini letusan gunung Merapi tidak berdampak langsung terhadap IKM yang ada di wilayah Yogjakarta dan Jawa Tengah (Jateng). Namun, erupsi Merapi lebih banyak berdampak pada industri agro atau pertanian, terutama tanaman salak pondoh dan hewan ternak sapi.

“Sejauh ini tidak berdampak langsung terhadap IKM yang ada. Yang banyak itu industri agro, terutama salak pondoh, itu habis, sekarang terancam hilang salak pondoh. Pertanian ada 325 ekor sapi yang mati. Jadi untuk IKM ini kami coba pantau setiap hari. Hari ini gubernur menggelar rapat koordinasi se-Jateng-DIY untuk membahas langkah penanganan 14 hari ke depan, fokus ke sosial, pendidikan dan keamanan,” katanya di sela-sela pembukaan Pameran Produk OVOP (one village one product) di Plasa Pameran Industri Kemenperin, hari ini.

Euis mengatakan pihaknya saat ini tengah menunggu laporan jumlah kerugian dari sektor pertanian yang notabene merupakan sumber bahan baku IKM. Hasil rapat Menperin dengan eselon I, kata Euis, disepakati bahwa Kementerian akan mengalokasikan anggaran bantuan khusus pada pos APBN 2011 bagi bencana alam di Jateng dan DIY serta Mentawai.

“Oleh karena di Mentawai ada industri nilam [yang] mesinnya hancur jadi kami harus memikirkan ke depannya. Industri dari dulu terus-terusan memberi bantuan ke pascagempa [bencana alam]. Tahun ini kami alokasikan Rp1,8 miliar untuk dampak gempa yang lalu. Sudah ditenderkan dan dalam tahap pelaksanaan. Ini untuk membantu mesin-mesin peralatan bagi IKM. Untuk bencana tahun ini, bantuan sifatnya masih sukarela di antara kita,” paparnya

Dampak Letusan Merapi Untungkan Para Petani Anggrek
Yogyakarta (ANTARA) - Sejumlah petani anggrek di kawasan lereng Gunung Merapi yakini Dusun Gatak, Wukirsari, Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta merasa diuntungkan dengan letusan Merapi terutama dari segi kesuburan tanaman dan minat pembeli.
"Material letusan gunung Merapi menguntungkan untuk kesuburan tanaman anggrek karena abu vulkanik yang dikeluarkan oleh gunung itu merupakan pupuk tambahan untuk menyuburkan tanaman anggrek," kata petani tanaman anggrek Merapi di kawasan Dusun Gatak, Wukirsari, Cangkringan, Sleman, Iwi Juwita, Senin.
Ia mengatakan selain memberi kesuburan terhadap tanaman anggrek ini, juga meningkatkan daya beli para konsumen yang datang ingin melihat fenomena Merapi, yang menyempatkan diri untuk membeli anggrek.
"Sejumlah wisatawan lokal yang ingin melihat fenomena Merapi dari dekat, mereka juga menyempatkan diri mampir membeli angggrek di kebun kami," katanya.
Selain itu, Iwi mengatakan jika minat konsumen terhadap tanaman hias khususnya anggrek sangat tinggi, hal ini terlihat dari banyaknya jumlah anggrek yang terjual pada setiap bulannya.
"Dalam setiap bulannya sebelum Merapi bergejolak, kami mampu menjual sekitar 100 buah tanaman anggrek, namun pasca letusan sebelum akhir Oktober kami sudah mampu menjual sekitar 80 buah tanaman anggrek," katanya.
Ia mengatakan dengan luas lahan yang hanya sekitar 300 meter persegi, dan ditamani sekitar 500 tanaman anggrek dengan satu spesies saja yakni spesies anggrek bulan, dirinya mampu memperoleh pendapatan sekitar Rp500.000 per bulan, kata Iwi.
"Sedangkan harga tanaman anggrek bervariasi antara Rp15.000 hingga Rp50.000/tanaman disesuaikan dengan usia tanaman anggrek, jika semakin dewasa hingga berbunga harganya semakin mahal," katanya.
Sementara itu, ia mengatakan jika dirinya sejauh ini tidak mengalami kesulitan dalam melakukan pembudidayaan tanaman anggrek, hanya untuk jenis spesies anggrek tertentu sedikit mengalami kesulitan.
"Misalnya, spesies anggrek Vandatrikaller, yakni merupakan anggrek endemik di lereng Merapi, pada saat Merapi bergejolak akan mati dan saat ini untuk membudidayakanya sangat susah karena harus menngunakan metode kultur jaringan yakni pembudidayaan di labolatorium yang tidak semua petani anggrek dapat melakukannya karena kualitas SDM yang berbeda-beda," katanya.
Namun, untuk spesies anggrek yang lainnya misalnya anggrek bulan, untuk membudidayakannya sangat mudah dan hampir semua petani anggrek dapat melakukan pembudidayaan tersebut, kata Iwi.
Menurut dia, sejauh ini potensi anggrek di Yogyakarta sudah sangat baik hanya perlu dikembangkan lagi agar dapat mencapai pangsa pasar yang semakin luas.
"Keadaan geografis Indonesia khususnya di Yogyakarta sendiri, sangat mendukung perkembangan pertumbuhan tanaman anggrek, hanya tinggal bagaimana para petani anggrek dapat mengembangkan dan membudidayakan sejumlah spesies anggrek yang hampir langka agar tidak punah, contohnya spesies anggrek vandatrikaller," katanya.
Ia berharap agar para petani anggrek khususnya di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya agar mampu dan mau mengembangakn dan membudidayakan spesies anggrek.
"Jadi tidak hanya dijual saja kepada eksportir atau konsumen tetapi giat dan terus mau dan berupaya mengembangkan dan membudidayakan tanaman anggrek agar tidak punah," katanya.